Welcome
Langkah Berani Presiden: Pangkas APBN 2025, efisiensi atau kebablasan?
Tahun 2025 baru tiba, tapi Presiden sudah seperti pemain catur profesional yang keliru dengan langkah buka elegan. Kali ini, fokusnya adalah penghematan dan efisiensi belanja negara.
NASIONAL
MJK
2/9/2025
Tahun 2025 baru tiba, tapi Presiden sudah seperti pemain catur profesional yang keliru dengan langkah buka elegan. Kali ini, fokusnya adalah penghematan dan efisiensi belanja negara.
Dalam aktualisasi penghematan itu ia langsung mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Urgensitas penghematan ini adalah untuk menjamin berjalannya program manis makan siang bergizi gratis, sebagaimana dikutip dari Menteri Keuangan Sri Mulyani "Presiden (Prabowo) menyampaikan dalam instruksi untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien dan penggunaan anggaran akan ditujukan kepada langkah-langkah yang memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat langsung, seperti Makan Bergizi Gratis," Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I 2025 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (24/1). Bukan hanya itu, hutang besar warisan pemerintah sebelumnya sudah didepan pintu jatuh tempo dengan nominal besar yaitu Rp. 800,33 triliun, bunga hutang nya saja terbilang hampir 553 triliun, memang warisan hutang era Jokowi ini berjumlah Rp.1.353 triliun, dan harus dilunasi pemerintahan Presiden Prabowo.
Setelah instruksi penghematan itu keluar, terlihat beberapa kementerian dan satuan pemerintahan daerah mulai kisruh, apalagi sempat terdengar bahwa gaji 13 dan 14 ASN tidak akan dicairkan, meskipun kemudian dibantah Menkeu Sri Mulyani. Berikut diketahui bahwa sistematika penghematan anggaran ini harus di poskan oleh lembaga / kementerian masing-masing. Sebagai contoh kisruh pemotongan ini adalah gagasan pemotongan anggaran belanja Lembaga dan Kementerian sebesar Rp.256.1 triliun serta TKD sebesar Rp.50.59 triliun. Dampak dari pemotongan ini akan sangat buruk bagi pembangunan di daerah pasca guncangan pandemi, para pakar ekonomi juga menganggap hal ini akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah.
Bayangkan belanja negara seperti dompet yang penuh dengan berbagai kartu diskon—semua harus digunakan dengan hati-hati agar hasilnya maksimal. Presiden, dengan gaya khasnya, ingin memastikan setiap rupiah tidak hanya terpakai, tapi juga menghasilkan manfaat besar. Namun, apakah makan siang bergizi gratis harus dikedepankan? The stake is too high, dalam arti jangan sampai efisiensi dan penghematan yang dikejar malah merusak aspek fundamental perekonomian negara. Pos-pos carpe diem rakyat seperti kartu sembako, keluarga harapan dan kesejahteraan ASN seharusnya adalah poin-poin penting yang harus dijaga pemerintah dan tidak boleh diganggu, sehingga tidak menimbulkan efek domino yang merembes ke sektor UMKM dan mengurang nya daya beli masyarakat, dimana sektor ini adalah tulang rusuk pertahanan ekonomi daerah saat perang dengan pandemi covid 19.
Dilansir dari CNN Indonesia, direktur Ekonomi Celios Nailul Huda punya saran berani yang sangat bisa dipertimbangkan Prabowo. Ia menegaskan penghematan APBN seharusnya dimulai dengan mengurangi personel Kabinet Merah Putih. "Dimulai dengan meniadakan wakil menteri. Salah satu pos yang menurut saya tidak berguna adalah wakil menteri, bahkan ada yang punya wakil menteri sampai tiga orang. Useless!" tegas Huda. "Kemudian, sisir tenaga ahli yang tidak diperlukan, terutama di tempat-tempat yang selama ini menjadi 'tempat pensiun' pejabat negara. Jabatan-jabatan seperti itu yang harusnya diefisiensikan".
Dalam janji presiden Prabowo untuk menggapai pertumbuhan ekonomi Indonesia ke angka 8%. Terasa hanyalah sebagai mimpi di siang bolong bila salah mengambil kebijakan yang tidak cermat seperti mengganggu aspek pelayanan publik dan kepentingan masyarakat kecil. Kita tentunya harus mendukung efisiensi anggaran belanja negara dan daerah, namun yang reasonable dan memang tidak terlalu berguna daya bagi masyarakat, seperti contoh IKN dan perampingan jabatan-jabatan sektoral yang tidak efisien namun memakan anggaran jumbo.
Author: Michel J. Kawengian, SH

